NIKMATNYA HIDUP SEHAT SAMBIL IBADAH
MAHASISWA KEPERAWATAN STIKes WIRAUTAMA BANDUNG
Rabu, 04 November 2015
Selasa, 19 November 2013
Jumat, 15 November 2013
Senin, 27 Mei 2013
Kamis, 21 Maret 2013
MAKALAH (ASKEP GEROINTIK ASPEK PENUAAN)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Lanjut usia merupakan istilah tahap
akhir dari proses penuaan.dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia
menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ada tiga aspek
yang perlu di pertimbangkan yaitu ;aspke biologi,aspek ekonomi,dan aspek
social.Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami
proses penuaan secara terus menerus yang ditandai dengan menurunnya daya tahan
fisik sehingga semakin rentannya terhadap penyakit yang dapat menyebabkan
kematian.hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi
sel,jaringan serta system organ.secara ekonomi penduduk lanjut usia lebih
dipandang sebagai beban daripada sebagai sumber daya. banyak orang beranggapan
bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat bahkan ada yang
sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua sering kali di persepsikan secara
negative sebagai beban keluarga dan masyarakat. Dari aspek
social,penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok social sendiri.di
Negara barat penduduk lanjut usia menempati strata social di bawah kaum
muda.hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya
ekonomi,pengaruhterhadap pengambilan keputusan serta luasnya hubungan social
yang semakin menurun.Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki
kelas social yang tinggi yang harus di hormati oleh warga kaum muda.
Menurut Bernice Neugarten (1968)
James C.Chalhoum (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa
puas dengan keberhasilannya.Tetapi bagi orang lain periode ini adalah permulaan
kemunduran.usia tua dipandang sebagai masa kemunduran,masa kelemahan manusiawi
dan social.Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia
bukanlah kelompok orang yang homogeny.usia tua dialami dengan cara yang
berbeda-beda.ada orang lanjut usia yang mampu melihat arti penting usia tua
dalam konteks eksistensi manusia,yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka
kesempatan-kesempatan untuk tumbuh,berkembang serta berbakti.Ada juga lanjut usia
yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang
pasif dan pemberontakan,penolokan dan keputusasaan.Lansia ini menjadi terkunci
dalam diri mereka sendiri dengan demikian semakin cepat kemerosotan jasmani dan
mental mereka sendiri.
Proses penuaan adalah sesuatu yang kompleks yang dapat
dijelaskan secara kronologis,fisiologis dan fungsional.
Usia kronologis merujuk pada jumlah tahun seseorang telah hidup. Mudah
untuk diidentifikasikan dan diukur,ini adalah metode objektif yang paling
umum digunakan.Di Amerika serikat,usia tua kadang kala di klasifikasikan dalam
tiga kelompok katagoru kronologis :
1) Tua – Awal (usia 65 sampai usia 74
tahun)
2) Tua – Pertengahan (usia 75 sampai
usia 84 tahun)
3) Tua – Akhir (usia 85 tahun keatas)
Selain itu,usia kronologis menjadi criteria dalam masyarakat
untuk mengatagorikan aktivitas-aktivitas tertentu,seperti mengemudi,bekerja
sebagai karyawan, dan pengumpulan pension.dengan berlakunya Socialsecurity
Act dan didrikannya medicare,usia 65 tahun menjadi usia minimum
keabsahan untuk pension.Dengan demikian usia 65 tahun adalah usia yang diakui
untuk menjadi warga negara senior di Amerika serikat.Akan tetapi,banyak orang
yang menetang ketentuan ini.
Usia Fisiologis merujuk pada penetapan usia dengan fungsi tubuh.Meskipun
perubahan terkait usia dialami setiap orang,mustahil untuk mengetahui dengan
tepat saat perubahan ini terjadi.itulah sebabnya mengapa usia fisiologis tidak
digunakan dalam menetapkan usia seseorang.
Usia Fungsional merujuk pada kemapuan seseorang berkontribusi pada
masyarakat dan bermanfaat untuk orang lain serta dirinya sendiri.Berdasarkan
fakta bahwa tidak semua individu pada usia yang berdasarkan kurun waktu
memiliki fungsi pada tingkat yang sama.banyak orang secara kurun waktu lebih
tua tetapi bugar secara fisik,aktif secara mental, dan anggota masyarakat yang
produktif.ada orang yang muda secara kurun waktu,tetapi secara fisik dan
fungsional tua.
Dengan
memandang proses penuaan dari perspective yang luas dapat membimbing kearah
strategi yang lebih kreatif untuk melakukan intervensi terhadap lansia.
Perubahan structural yang paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri,
walaupun bagian lain dari system saraf pusat juga terpengaruh. Perubahan ukuran
otak yang di akibatkan oleh atropi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel
otak. Korteks serebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh
kehilangan neuron.
Penurunan
aliran darah serebral dan penggunaan oksigen juga telah diketahui akan terjadi
selama proses penuaan. Perubahan dalam system neurologis dapat termasuk
kehilangan dan penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang
diketahui pada usia 80 tahun. Penurunan dopamine dan beberapa enzim dalam otak
pada lansia berperan terhadap terjadinya perubahan neurologis fungsional.
Secara fungsional, mungkin terdapat suatu perlambatan reflek tendon profunda.
Terdapat kecenderungan kearah tremor dan langkah yang pendek-pendek atau gaya
berjalan dengan langkah kaki melebar disertai dengan berkurangnya gerakan yang
sesuai. Fungsi system saraf otonom dan simpatis mungkin mengalami penurunan
secara keseluruhan.
1.2
Tujuan
Mengetahui
gangguan-gangguan terhadap fungsi persyarafan dan pencernaan pada lansia serta bagaimana
Asuhan Keperawatan yang baik terhadap Lansia dengan gangguan-gangguan yang
berbeda.
1.3
Manfaat
a. Khusus
Memahami
dan mengetahui gangguan-gangguan terhadap fungsi persyarafan dan pencernaan
pada lansia serta bagaimana Asuhan Keperawatan yang baik terhadap Lansia dengan
gangguan-gangguan yang berbeda.
b. Umum
Memberikan
informasi maupun gambaran bagaimana Asuhan Keperawatan yang baik terhadap
Lansia dengan gangguan-gangguan yang berbeda.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN
2.1
Anatomi Fisiolgi Sistem Saraf Pada Lansia
Sistem persarafan pada manusia yang
normal, maupun pada lansia yang telah mengalami perubahan adalah sebagai
berikut :
1)
Otak
a.
Normal
Otak terletak di dalam rongga
kepala, yang pada orang dewasa sudah tidak dapat lagi membesar, sehingga bila
terjadi penambahan komponen rongga kepala sehingga dapat meningkatkan TIK. Berat otak ≤ 350 gram pada
saat kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun,berat
otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari
berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur
20-90 tahun.Otak mengandung 100 million sel termasuk diantaranya sel neuron
yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat.
b.
Lansia
Penuaan otak kehilangan 100.000
neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada beribu-ribu sel lain
dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak
menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur angsur tonjolan dendrite
dineuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara
progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel.
Pada semua sel terdapat deposit
lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan
berasal dari lisosom atau mitokondria. RNA, Mitokondria dan enzyme sitoplasma
menghilang, inklusi dialin eosinofil dan badan levy, neurofibriler menjadi
kurus dan degenerasi granulovakuole.
Berbagai perubahan degenerative ini
meningkat pada individu lebih dari 60 tahun dan menyebabkan gangguan persepsi,
analisis dan integrita, input sensorik menurun menyebabkan gangguan kesadaran
sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi sendi). Tampilan sesori motorik
untuk menghasilkan ketepatan melambat.
2)
Saraf Otonom
a.
Normal
(1)
Saraf simpatis
Bekerja untuk meningkatkan denyut
jantung dan pernafasan serta menurunkan aktifitas saluran cerna.
(2)
Saraf Parasimpatis
Bekerjanya berlawanan dari saraf
simpatis.
b.
Lansia
Pusat pengendalian saraf otonom adalah
hipotalamus. Beberapa hal yang dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan
otonom pada usia lanjut adalah penurunan asetolikolin, atekolamin, dopamine,
noradrenalin. Perubahan pada “neurotransmisi” pada ganglion otonom yang berupa
penurunan pembentukan asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh penurunan
enzim utama kolin-asetilase.Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan
pengurangan jumlah reseptor kolin.
Hal ini menyebabkan predisposisi
terjadinya hipotensi postural, regulasi suhu sebagai tanggapan atas panas atau
dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi serebral rusak sehingga mudah
terjatuh.
3)
Sistem Saraf Perifer
a.
Normal
(1) Saraf Aferen
Berfungsi membawa informasi sensorik
baik disadari maupun tidak, dari kepala, pembuluh darah dan ekstermitas. Saraf
eferen menyampaikan rangsangan dari luar ke pusat.
(2) Saraf Eferen
Berfungsi sebagai pembawa informasi sensorik
dari otak menuju ke luar dari susunan saraf pusat ke berbagai sasaran (sel
otot/kelenjar).
b.
Lansia
(1) Saraf Aferen
Lansia terjadi penurunan fungsi dari
saraf aferen, sehingga terjadi penurunan penyampaian informasi sensorik dari
organ luar yang terkena ransangan.
(2) Saraf Eferen
Lansia sering mengalami gangguan
persepsi sensorik, hal tersebut dikarenakan terjadinya penurunan fungsi saraf
eferen pada sistem saraf perifer.
4)
Medulla Spinalis
a.
Normal
Fungsinya :
(1) Pusat gerakan otot tubuh terbesar
yaitu, Cornu motorik/ cornu ventralis.
(2) Mengurus kegiatan refleks spinalis
dan refleks lutut.
(3) Menghantarkan rangsangan koordinasi
otot dan sendi menuju cerebellum.
(4) Mengadakan komun ikasi antara otak
dan semua bagian tubuh.
b.
Lansia
Medulla spinalis pada lansia terjadi
penurunan fungsi, sehingga mempengaruhi pergerakan otot dan sendi di mana
lansia menjadi sulit untuk menggerakkan otot dan sendinya secara maksimal.
2.1.1
Penyakit yang berhubungan dengan
gangguan system neurologis pada lansia
1)
Stroke atau cedera cerebrovaskuler
a.
Patologi
Penyakit ini menunjukkan adanya
beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun structural yang disebabkan
oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari selulruh system
pembuluh darah otak, yang menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang
terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi
parsial atau seluruh lumen pembuluh darah dengan pengaruh yang bersifat
sementara atau permanen.
b.
Diagnosis keperawatan
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
interupsi aliran darah: gangguan oklusi, hoemoragic, vasospasme serebral dan
oedema serebral.
Ditandai dengan :
(1) Perubahan suhu kulit (dingin pada
ekstremitas), warna biru atau ungu.
(2) Perubahan tingkat kesadaran,
kehilangan memori.
(3) Perubahan pada respon motorik atau
sensorik, gelisah.
(4) Deficit sensori, bahasa, intelektual
dan emosi.
(5) Perubahan tanda-tanda vital
c.
Criteria hasil :
(1) Mempertahankan tingkat kesadaran
membaik, fungsi kognitif, dan motorik.
(2) Memdemonstrasikan tanda-tanda vital
stabil dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan TIK.
(3) Menunjukkan tidak ada kelanjutan
kekambuhan.
(4) Memperlihatkan penurunan tanda dan
gejala kerusakan jaringan.
d.
Intervensi
(1) Tentukan factor yang berhubungan
dengan atau penyebab khusus selama penurunan perfusi serebral dan potensial
terjadinya peningkatan TIK.
(2) Observasi dan catat status
neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya.
(3) Observasi tanda-tanda vital.
(4) Evaluasi pupil catat ukuran, bentuk,
kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya.
(5) Catat perubahan dalam penglihatan.
(6) Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi
seperti fungsi bicara.
(7) Letakkan kepala dengan posisi agak
ditinggikan dan dalam posisi natomis (netral).
(8) Pertahankan keadaan tirah baring,
ciptakan lingkungan yang tenang, batasi aktifitas sesuai indikasi.
(9) Cegah terjadinya mengejan saat
defekasi dan pernafasan yang memaksa.
(10) Kaji kegelisahan yang meningkat,
peka rangsang dan kemngkinan serangan kejang.
(11) Beri oksigen sesuai indikasi.
2.1.2
Masalah-masalah Akibat Perubahan
Sistem Persarafan Pada Lansia
Menua (menjadi tua) adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
dari atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita.
Proses menua merupakan proses yang
terus menerus (berlanjut) secara ilmiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya
dialami pada semua makhluk hidup. Proses menua setiap individu pada organ tubuh
juga tidak sama cepatnya. Adakalanya orang belum tergolong lanjut usia (masih
muda) tetapi kekurangan – kekurangannya yang menyolok (deskripansi). Adapun
masalah-masalah perubahan sistem persarafan pada lansia adalah sebagai berikut,
yaitu :
1) Gangguan pola istirahat tidur
Seringkali lansia mengalami perubahan pola tidur atau
perbandiangan bangun dan pengaturan suhu pada lansia.Keluhan utama pada lansia
sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini hari dibandingkan dengan
gangguan dalam tidur.Gangguan pola tidur dan pengaturan suhu terjadi akibat
adanya penurunan pada hypothalamus pada lansia.
2) Gangguan gerak langkah (GAIT)
Pada usia lanjut secara fisiologik
terdapat perubahan gerak langkah menjadi lebih pendek dengan jarak kedua kaki
lebih lebar, rotasi pinggul menurun dan gerak lebih lambat (Hadi Martono,
1992).
Keadaan
ini sering diperberat oleh gangguan mekanik akibat penyakit yang menyertai,
antara lain adanya arthritis, deformasi sendi, kelemahan fokal atau menyeluruh,
neuropati, gangguan visual atau vestibuler atau gangguan integrasi di SSP
(Friedman, 1995).
3) Gangguan persepsi sensori
Perubahan sensorik terjadi pada
jalur sistem sensori dimulai dari reseptor hingga ke korteks sensori, merubah
transmisi atau informasi sensori.Pada korteks lobus parietal sangat penting
dalam interpretasi sensori dengan pengendaian penglihatan, pendengaran, rasa
dan regulasi suhu.Hilang atau menurunnya sensori rasa nyeri, temperature dan
rabaan dapat menimbulkan masalah pada lansia.
4) Gangguan eliminasi BAB dan BAK
Perubahan sistem saraf pada lansia
juga sering terjadi pada sistem pencernaan maupun pada sistem urinari.Hal ini
disebabkan karena pada lansia terjadi penurunan sistem saraf perifer, dimana
lansia menjadi tidak mampu untuk mengontrol pengeluaran BAB maupun BAK,
sehingga bisa menimbulkan beberapa masalah, seperti konstipasi, obstipasi,
inkontinensia urin, dll.
5) Kerusakan komunikasi verba
Pada lansia sering terjadi kerusakan
komunikasi verbal, hal ini disebabkan karena terjadi penurunan atau
ketidakmampuan untuk menerima, memproses, mentransmisikan dan menggunakan
sistem simbol. Adapun yang menjadi penyebab lain masalah tersebut dikarenakan
terjadinya perubahan pada persarafan di sekitar wajah.
2.1.3
Pemeriksaan Penunjang
1) Elektroensefalogram (EEG
Elektroensefalogram ini adalah rekaman catatan grafik dari
gelombang aktivitas listrik otak.
2) Elektromiogram (EMG
Merupakan pemeriksaan untuk mengukur dan mencatat elektrik
otot skeletal dan konduksi saraf.
3) CT scan
Computed Tomography Scanning dapat memberikan gambaran
secara mendetail bagian-bagian dari otak.Misalnya dapat menentukan bentuk,
ukuran dan posisi, mendeteksi adanya perdarahan, dan edema.
4) Magnetic resonance imaging (MRI)
Magnetik Resonance Imaging menggunakan medan magnet dan
sinyal-sinyal frekuensi radio. Perubahan-perubahan energi yang dihasilkan akan
diukur dan digunakan komputer MRI untuk menghasilkan gambar. Gambar akan tampak
sebagai potongan-potongan dua dimensi.
5) Indeks Katz
Indeks
Katz dalam aktivitas sehari-hari (ADL) merupakan alat yang digunakan untuk
menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lanjut usia. Indeks Kartz meliputi
keadekuatan pelaksanaan dalam enam fungsi seperti mandi, berpakaian, toileting,
berpindah, kontinen, dan makan (Kart, 1963).
2.1.4
Pencegahan Primer, Sekunder, dan
Tersier Gangguan Persyarafan Pada Lansia
a.
Pencegahan Primer
Penggunaan model promosi, strategi dan intervensi kesehatan
dapat diidentifikasi dari sudut pandang fisik, fungsional, kognisi-komunikasi,
persepsi-sensori, dan psikologis.
PENDIDIKAN
Cara yang paling penting untuk
menurunkan morbiditas, mortilitas dan disabilitas yang berhubungan dengan
stroke adalah untuk mengurangi insidensi stroke yang pertama kali dan
terjadinya kembali stroke.Pendidikan merupakan suatu komponen pencegahan primer
yang sangat penting. Pencegahan primer ditujukan ke arah gaya hidup sehat,
termasuk diet rendah lemak, garam, dan gula. Latihan secara teratur, yang
menjadi suatu komponen penting dari jadwal lansia, dapat juga berperan terhadap
pencegahan.
Walaupun seseorang tidak dapat
mengubah riwayat keluarganya, mengajarkan pada lansia bagaimana cara penatalaksanaannya
hipertensi dan diabetes melitus merupakan suatu tindakan pencegahan primer yang
penting. Pemantauan tekanan darah secara teratur dan memberikan pengobatan
antihipertensi secara tepat adalah tindakan perawatan diri sendiri yang sangat
penting untuk mengurangi resiko stroke.
Gaya hidup sehat sebagai pencegahan
primer termasuk program pendidikan kesehatan untuk mengurangi merokok, yang
berisiko tinggi terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler.
Mendidik klien tentang obat
antihipertensi termasuk memastikan jadwal waktu dan dosis yang benar,
menggunakan alat bantu memori untuk membantu orang tersebut mengikuti program
pengobatan, dan mengajarkan tentang tindakan pencegahan khusus untuk diikuti
ketika sedang menggunakan obat-obat antihipertensi dan diuretik.
b.
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder berhubungan
dengan pengkajian, diagnosis, penentuan tujuan, dan intervensi ketika defisit
neurologis terjadi.Tujuan secara keseluruhan adalah untuk mencegah terjadinya
kehilangan kesehatan tambahan dan untuk mengembalikan klien pada tingkat
kemampuan berfungsi mereka secara maksimum.
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah komponen kunci
dari diagnosis yang akurat, penentuan tujuan, dan intervensi. Salah satu
komponen pengkajian fisik dalam gangguan neurologis adalah pengujian sensasi ,
koordinasi, fungsi serebral, refleks, dan saraf saraf cranial. Masalah fisik
dan fungsional di masa lalu atau dimasa sekarang seperti defek fungsi motorik ,
kejang, cedera otak, kanker, refleks yang abnormal, kekakuan, dan paralisis
adalah pemicu yang harus di evaluasi lebih lanjut. Selain itu defisit kognitif
komunikatif ( dalam memori, proses berpikir dalam berbicara, abstraksi,
kelancaran), status mental dan faltor persepsi sensori, dan masalah psikologis
memandu perawat dalam mengembangkan strategi untuk meningkatkan kemampuan
fungsional.
POSISI DAN LATIHAN FISIK
Memposisikan klien melibatkan
dukungan pada ekstremitas yang paralisis untuk mencegah masalah sekunder,
seperti kontraktur, dekubitus, dan nyeri paralisis pada ekstremitas menghalangi
kembalinya aliran darah vena yang memadai, dengan demikian menyebabkan akumulasi
cairan dalam jaringan.Akumulasi ini menghalangi suplai nutrisi yang memadai
untuk sel-sel, sering mendorong ke arah terjadinya kerusakan jaringan.Kegiatan
memposisikan klien melibatkan pengubahan posisi klien untuk memfasilitasi
kesejajaran tubuh yang baik.
Latihan fisik dilaksanakan hanya
pada titik resistensi.Perawat secara terus menerus mengevaluasi kemampuan klien
untuk melaksanakan latihan fisik sendiri.Ketika klien telah stabil dan
toleransi terhadap aktivitas meningkat, latihan fisik harus disatukan kedalam
AKS seperti mandi, makan, memposisikan diri di tempat tidur, berpindah dan
berdiri.
c.
Pencegahan tersier
Pencegahan tersier bertujuan untuk
menurunkan efek dari penyakit dan cedera.Tahap perlindungan kesehatan ini
dimulai pada periode awal penyembuhan.Pengawasan kesehatan selama rehabilitasi
untuk meningkatkan fungsi, mobilitas, dan penyesuaian psikososial adalah hasil
yang diharapkan dari pencegahan tersier.Hidup secara produktif dengan
keterbatasan dan defisit, dan meminimalkan residu kecacatan adalah hasil
tambahan yang diharapkan.Pencegahan tersier mempunyai banyak hal untuk
ditambahkan pada kualitas hidup dan keseluruhan arti kehidupan yang diyakini
oleh klien.
2.1.5
Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Perubahan Sistem
Persarafan
A.
Pengkajian
Pengkajian ini meliputi identitas
klien, status kesehatan saat ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik sistem persarafan, pola aktifitas
sehari-hari, serta pengkajian psikososial dan spiritual.
1.
Identitas klien
1)
Nama
2)
Umur
3)
Jenis kelamin
4)
Status perkawinan
5)
Agama
6)
Suku
7)
Status kesehatan saat ini
(1) Status kesehatan secara umum
(2) Keluhan kesehatan saat ini
(3)
Pengetahuan/pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan
8)
Riwayat kesehatan masa lalu
(1)
Penyakit masa kanak-kanak
(2)
Penyakit serius atau kronik
(3) Pernah mengalami trauma
9) Riwayat kesehatan keluarga
(1) Hipertensi
(1) Hipertensi
(2) kejang
(3) Arthritis, masalah kesehatan mental
(4) Stroke
(5) Kematian mendadak yang tidak jelas
sebabnya
Pemeriksaan
fisik sistem persarafan
a. Memeriksa keadaan umum pasien.
b. Test fungsi cerebral/kortikal.
c. Test fungsi saraf cranial.
d. Test fungsi motorik dan cerebellum.
e. Test fungsi sensori.
a. Memeriksa keadaan umum pasien.
b. Test fungsi cerebral/kortikal.
c. Test fungsi saraf cranial.
d. Test fungsi motorik dan cerebellum.
e. Test fungsi sensori.
Pola
aktivitas sehari-hari
a. Tingkat latihan dan aktivitas.
b. Pekerjaan :
a. Tingkat latihan dan aktivitas.
b. Pekerjaan :
pola bekerja
pemajanan terhadap benda-benda toksik.
pemajanan terhadap benda-benda toksik.
c. Riwayat perjalanan, yang
terakhir.
Pengkajian
psikososial dan spritual
a. Psikososial
b. Spiritual
c. Konsep Diri :
1. Gambaran Diri
2. Ideal diri
3. Harga Diri
1. Gambaran Diri
2. Ideal diri
3. Harga Diri
4.Peran
5.Identitas Diri
B.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa-diagnosa berikut ini adalah
sebagian diagnosa yang dapat di angkat pada pasien lansia dengan gangguan
sistem persarafan yang di kutip dari diagnosa keperawatan NANDA.
1.
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi
fisiologis dan kognitif.
2.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara
menyeluruh.
3.
Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik,
pengecapan, taktil, penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori,
transmisi dan integrasi.
4.
Gangguan pola eliminasi BAB dan BAK berhubungan dengan
penurunan neuromuskuler.
5.
Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan perubahan
frekuensi dan jadwal tidur
6.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
perubahan/penurunan sistem saraf.
C.
Intervensi
Di bawah ini adalah intervensi dan
kriteria hasil dari diagnosa keperawatan yang telah di angkat yang di kutip
dati buku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria hasil NOC.
1.
Resiko tinggi cedera berhubungan
dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif
Tujuan :
a.
Pasien bebas dari resiko cedera.
b.
Tidak memperlihatkan tanda cedera fisik
Intervensi :
1)
Kaji status mental dan fisik.
2)
Lakukan strategi untuk mencegah cedera yang sesuai untuk
status fisiologis.
3)
Pertahankan tindakan kewaspadaan
4)
Singkirkan atau lepaskan alat-alat yang dapat membahayakan
pasien.
5)
Hindari tugas-tugas yang membahayakan
2.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan secara menyeluruh.
Tujuan :
Tujuan :
a.
Pasien akan mengidentifikasikan aktifitas dan/atau situasi
yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.
b.
Pasien dapat menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari
(AKS).
Intervensi :
1) Kaji respon emosi, sosial, dan
spiritual terhadap aktivitas.
2) Evaluasi motivasi dan keinginan
pasien untuk meningkatkan aktivitas.
3) Hindari menjadwalkan aktivitas
selama periode istirahat.
4) Bantu pasien untuk mengubah posisi
secara berkala dan ambulasi yang dapat di toleransi.
3.
Gangguan persepsi sensori (visual,
auditori, kinestetik, pengecapan, taktil, penciuman) berhubungan dengan
perubahan penerimaan sensori, transmisi dan integrasi
Tujuan
:
a.
Pasien dapat menunjukkan kemampuan kognitif.
b. Pasien dapat mengidentifikasikan
diri, orang, tempat, dan waktu.
Intervensi :
Intervensi :
1) Pantau perubahan status neurologis
pasien.
2) Pantau tingkat kesadaran pasien
3) Identifikasikan factor yang
berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori.
4) Pastikan akses dan penggunaan alat
bantu sensori.
5) Tingkatkan jumlah stimulus untuk
mencapai tingkat sensori yang sesuai.
4.
Gangguan pola eliminasi BAB dan BAK
berhubungan dengan penurunan neuromuskuler.
Tujuan :
Tujuan :
a.Pasien dapat memenuhi kebutuhan eliminasi seperti biasa.
b.Pasien mampu mengidentifikasikan apabila ingin melakukan eliminasi.
Intervensi :
b.Pasien mampu mengidentifikasikan apabila ingin melakukan eliminasi.
Intervensi :
1) Kaji pola eliminasi BAB dan BAK
klien
2) Anjurkan pasien untuk melakukan
aktivitas optimal.
3) Berikan privasi dan keamanan saat
pasien melakukan eliminasi.
5.
Gangguan pola istirahat tidur
berhubungan dengan perubahan frekuensi dan jadwal tidur.
Tujuan :
a. Tidak ada masalah dengan pola, kualitas, dan rutinitas
istirahat tidur.
b. Menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologis.
b. Menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologis.
Intervensi :
1) Pantau pola tidur pasien dan catat
hubungan faktor-faktor fisik yang dapt mengganggu pola tidur pasien.
2) Berikan/ciptakan lingkungan yang
tenang sebelum tidur.
3) Bantu pasien untuk
mengidentifikasikan faktor-faktor yang mungkin menyebabkan kurang tidur, seperti
ketakutan, masalah yang tidak terselesaikan, dan konflik.
4) Bantu pasien untuk membatasi tidur
di siang hari dengan menyediakan aktivitas yang meningkatkan kondisi terjaga
2.2
SISTEM PENCERNAAN
2.2.1
Anatomi
dan Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal
(mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi
untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut,
tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan
anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
1. Mulut
Mulut
merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi
oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di
permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin
dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih
rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
2. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan
penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani
yaitu Pharynk.
Didalam
lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini
terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang
rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan
adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan
mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut
esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον,
phagus – “memakan”).
Esofagus bertemu dengan faring pada
ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
1) bagian superior (sebagian besar adalah
otot rangka)
2) bagian tengah (campuran otot rangka dan
otot halus)
3)
serta
bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus)
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk
seperti kandang keledai.Terdiri dari 3 bagian yaitu :
1) Kardia.
2) Fundus.
3) Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari
kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan
menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung
ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang
makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan
enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari
kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa
menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat
asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang
tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh
berbagai bakteri.
3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan
protein)
5. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah
bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke
hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi
usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak.
Lapisan usus halus ;
lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ),
lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian
yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum).
6.
Usus
Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi
adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah
menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
1) Kolon
asendens (kanan)
2) Kolon
transversum
3) Kolon
desendens (kiri)
4) Kolon
sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di
dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan
zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus
besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi
iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah
diare.
7.
Usus
Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin:
caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada
usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini
ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar
herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki
sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
8.
Umbai
Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ
tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau
radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah
dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga
abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing
atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah
hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
9.
Rektum
dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere,
“meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus
besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk
buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material
di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika
defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses
akan terjadi.
10. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem
pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan
serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian
posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar
yaitu :
1) Asini,
menghasilkan enzim-enzim pencernaan
2) Pulau
pankreas, menghasilkan hormon
11. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang
terbesar di dalam badan manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa
diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam
metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan
glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi
bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan
hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati,
hepar.
12. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris:
gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml
empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang
kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena
warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya.
Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran
empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
1) Membantu pencernaan dan penyerapan
lemak
2)
Berperan dalam
pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal
dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.
2.2.2
Perubahan
fisiologis system pencernaan
1)
Kehilangan
gigi,penyebab utama adanya periodontal desease yang biasa terjadi setelah umur
30 tahun.Penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2)
Indera
pengecap menurun.Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir.atropi indera
pengecap (±80%),hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap di lidah teritama
rasa manis,asin,asam,pahit.Selain itu sekresi air ludah berkurang sampai
kira-kira 75% sehingga mengakibatkan rongga mulut menjadi kering dan bisa
menurunkan cita rasa.
3)
Usofagus
melebar.Penuaan usofagus berupa pengerasan sfringfar bagian bawah
sehingga menjadi mengendur (relaksasi) dan mengakibatkan usofagus
melebar (presbyusofagus).Keadaan ini memperlambat pengosongan usofagus
dan tidak jarang berlanjut sebagai hernianhiatal.Gangguan menelan
biasanya berpangkal pada daerah presofagus tepatnta di daerah osofaring
penyebabnya tersembunyi dalam system saraf sentral atau akibat gangguan
neuromuskuler seperti jumlah ganglion yang menyusut sementara lapisan otot
menebal dengan manometer akan tampak tanda perlambatan pengosongan usofagus.
4)
Lambung,rasa
lapar menurun (sensitivitas lapar menurun).Lapisan lambung menipis diatas 60
tahun,sekresi HCL dan pepsin berkurang,asam lambung menurun,waktu pengosongan
lambung menurun dampaknya vitamin B12 dan zat besi menurun.
5)
Peristaltic
lemah dan biaanya timbul konstipasi
6)
Fungsi
absopsi melemah (daya absorpsi terganggu).Berat total usus halus berkurang diatas
usia 40 tahun meskipun penyerapan zat gizi pada umumnya masih dalam batas
normal,kecuali kalsium (diatas 60 tahun)dan zat besi.
7)
Liver
(hati).Penurunan enzim hati yang terlibat dalam oksidasi dan reduksi,yamg
menyebabkan metabolisme obat dan detoksifikasi zat kurang efisien.
2.2.3
Gangguan
Sistem Pencernaan Pada Lansia
1) Anemia (defisiensi zat besi)
Anemia
cukup umum pada populasi lansia,yang mungkin disebabkan kondisi predisposisi
yang mendasari,seperti malnutrisi,dan infeksi kronis.Prognosis anemia lebih baik
setelah therapy penggantian zat besi.
a.
Etiologi
(1)
Asupan
diet zat besi yang tidak adekuat atau diet tidak seimbang yang buruk
(2)
Malabsorpsi
zat besi,seperti pada diare kronis,gastrektomi parsial atau total,dan sindrom
malabsorpsi seperti penyakit seliak
(3)
Kehilangan
darah sekunder akibat perdarahan GI yang disebabkan obat (akibat
antikoagulan,aspirin,steroid) atau akibat perdarahan karena trauma,ulkus
GI,tumor ganas,dan varises.
(4)
Hemolisis
intravascular yang disebabkan hemoglobulinuria atau hemoglobulinuria nokturia
paroksimal.
(5)
Trauma
eritrosit mekanis yang disebabkan oleh katup jantung prostetik atau filter vena
kava.
b.
Tanda
dan gejala
(1)
Dapat
asimtomatik selama bertahun-tahun.
(2)
Keletihan
(3)
Sakit
kepala
(4)
Tidak
dapat berkonsentrasi
(5)
Nafas
pendek (khusus pada kerja fisik)
(6)
Penigkatan
frekuensi infeksi
(7)
Pada
anemia kronis, disfagia efek neuromuskuler (gangguan vasomotorik,parestesia,dan
nyeri neuralgik),glosistis (lidah merah,bengkak,lunak,berkilat dan nyeri
tekan),stomatitis serta kuku rapuh.
(8)
Pada
tahap lanjut,takhikardia (disebabkan oleh penurunan perfusi oksigen dan
peningkatan curah jantung)
c.
Pemeriksaan
Diagnostik
a)
Pemeriksaan
darah dapat menunjukan hal-hal berikut :
o Kadar Hb rendah (<12gr/dl pada
pria,<10gr/dl pada wanita)
o Hematokrit rendah (<47ml?dl pada pria,<42ml/dl
pada wanita)
o Kadar zat besi serum rendah,
o Hitung SDM rendah
b)
Pemeriksaan
sumsum tulang menunjukan deplesi atau tidak ada simpanan zat besi dan
hyperplasia normoblastik
c)
Pemeriksaan
Gi,seperti uji feses,barium telan dan enema,endoskopik,dan sigmoidoskopi untuk
menyingkirkan atau memastikan apakah perdarahan disebabkan defisiensi zat besi.
d.
Penanganan
Sebelum penanganan dapat
dimulai,penyebab yang mendasari anemia harus dipastikan.Selanjutnya terapi
penggantian zat besi yang terdiri atas preparat oral atau kombinasi zat besi
dan asam askorbat (meningkatkan absorpsi zat besi) dapat diberikan.
e.
Diagnosa
keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi:kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi zat besi dalam diet
Intervensi
§
Berikan suplemen zat
besi sesuai program
§
Pantau kepatuhan
pasien terhadap terapi penggantian zat besi yang diprogramkan.
§
Pantau apakah pasien
mengalami over dosis penggantian zat besi.
§
Pantau hitung darah
lengkap pasien dan zat besi serum dengan teratur
§
Kaji kebiasaan diet
keluarga untuk asupan zat besi
§
Evaluasi riwayat
obat-obatan pasien.
2. Gangguan ferpusi jaringan berhubungan dengan penurunan Hb
Intervensi
· Berikan terapi oksigen jika perlu untuk
membantu mencegah dan mengurangi hipoksia
· Berikan periode istirahat yang sering
untuk mengurangi kelemahan fisik
· Sesuai program,berikan analgesic untuk
mengurangi sakit kepala dan ketidaknyamanan lain.
· Pantau pasien apakah ada tanda dan
gejala penururnan perfusi ke organ-organ vital
· Pantau frekuensi nadi pasien dengan
sering
· Berikan penjelasan pasien tentang
penyakitnya dan program pengobatan
· Anjurkan pasien untuk tidak berhenti
terapi
· Informasikan kepada pasien bawsa susu
dan antasida mengganggu absorpsi tetapi vitamin c dapat meningkatkan absorpsi.
· Beri tahu pasien untuk melaporkan
setiap efek merugikan dari terapi zat besi seperti : mual,muntah,diare,dan
konstipasi
· Ajarkan pasien untuk menjadwalkan
aktivitas dengan periode istirahat yang dapat disesuaikan dengan kondisi
anemianya.
· Karena defisiensi zat besi dapat
berulang,jelaskan kebutuhan untuk pemeriksaan teratur dan kepatuhan terhadap
terapi yang diresepkan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Lansia merupakan masa-masa yang rentan terhadap
penyakit, oleh karena itu asuhan keperawatannya pun berbeda-beda tergantung
jenis penyakit dan tingkat ketergantungannya terhadap pelayanan.
Pengkajian adalah komponen kunci dari diagnosis yang akurat,
penentuan tujuan, dan intervensi. Salah satu komponen pengkajian fisik dalam
gangguan neurologis adalah pengujian sensasi , koordinasi, fungsi serebral,
refleks, dan saraf saraf cranial. Masalah fisik dan fungsional di masa lalu
atau dimasa sekarang seperti defek fungsi motorik , kejang, cedera otak,
kanker, refleks yang abnormal, kekakuan, masalah pencernaan dan paralisis adalah pemicu yang harus di evaluasi
lebih lanjut. Selain itu defisit kognitif komunikatif ( dalam memori, proses
berpikir dalam berbicara, abstraksi, kelancaran), status mental dan faktor
persepsi sensori, dan masalah psikologis memandu perawat dalam mengembangkan
strategi untuk meningkatkan kemampuan fungsional.
DAFTAR
PUSTAKA
Soeparman, Waspadji Sarwono, Buku Ilmu Penyakit Dalam edisi 3, Balai penerbit FKUI Jakarta, 2001 :127
Doengos, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta, 2001
Boneng, 2011. Askep gerontik pada lansia dengan gangguan sistem persyarafan. http://blogboneng.blogspot.com/2011/12/askep-gerontik-dengan-gangguan.html
Carpenito Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta, 2001
Boneng, 2011. Askep gerontik pada lansia dengan gangguan sistem persyarafan. http://blogboneng.blogspot.com/2011/12/askep-gerontik-dengan-gangguan.html
Kushariyadi.2010.
Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Langganan:
Postingan (Atom)