BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan penyakit yang hampir semua ditemukan
terjadi pada masyarakat
dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi
secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan
daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita
yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier. Demam Tifoid
juga dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis,Typhoid fever atau
Enteric fever. Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteritik demam, sakit
kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu yang juga
disertai gejala-gejala pada
perut meliputi pembesaran limpa dan erupsi kulit. Demam tifoid
(termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, S paratyphi A, S
paratyphi B dan S paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S paratyphi, gejalanya
lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi.
Penyakit Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever)
yang biasa juga disebut typhus atau types dalam bahasa Indonesianya, merupakan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya
yaitu Salmonella Typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam
tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di
Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa.
Sejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di
USA dan Eropa dengan ketersediaan air bersih dan sistem pembuangan yang baik
yang sampai saat ini belum dimiliki oleh sebagian besar negara berkembang. Secara
keseluruhan, demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,6 juta kasus dengan
216.500 kematian pada tahun 2000. Insidens demam tifoid tinggi (>100 kasus per 100.000 populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan; yang tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi per tahun) di Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru); serta yang termasuk rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per tahun) di bagian dunia lainnya.
216.500 kematian pada tahun 2000. Insidens demam tifoid tinggi (>100 kasus per 100.000 populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan; yang tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi per tahun) di Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru); serta yang termasuk rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per tahun) di bagian dunia lainnya.
Manusia adalah satu-satunya penjamu yang alamiah dan
merupakan reservoir untuk Salmonella typhi. Bakteri tersebut dapat bertahan
hidup selama berhari-hari di air tanah, air kolam, atau air laut dan selama
berbulan-bulan
dalam telur yang sudah terkontaminasi atau tiram yang dibekukan. Pada daerah endemik, infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarau atau permulaan musim hujan. Dosis yang infeksius adalah 103-106 organisme yang
tertelan secara oral.1,2 Infeksi dapat ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses. Di Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 3-19 tahun. Selain itu, demam tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan, meng-gunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang air besar dalam rumah.
dalam telur yang sudah terkontaminasi atau tiram yang dibekukan. Pada daerah endemik, infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarau atau permulaan musim hujan. Dosis yang infeksius adalah 103-106 organisme yang
tertelan secara oral.1,2 Infeksi dapat ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses. Di Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 3-19 tahun. Selain itu, demam tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan, meng-gunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang air besar dalam rumah.
Demam tifoid merupakan penyakit endemik yang
termasuk dalam masalah kesehatan di negara berkembang, termasuk Indonesia
karena dapat membawa dampak peningkatan angka morbiditas maupun
angka mortalitas.. Diperkirakan menyerang 22 juta orang pertahun dengan angka
kematian mencapai 200.000 jiwa per tahun. Menurut WHO, pada tahun 2003 terdapat
sekitar 900.000 kasus di Indonesia, dimana sekitar 20.000 penderitanya
meninggal dunia.1,2 Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella enteritica, khususnya serotype Salmonella
typhi. Bakteri ini termasuk kuman Gram negatif yang memiliki flagel,
tidak berspora, motil, berbentuk batang, berkapsul dan bersifat
fakultatif anaerob dengan karakteristik antigen O, H dan Vi. Penyebarannya
terjadi secara fekal-oral melalui makanan ataupun minuman. Masa inkubasi
demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Usaha penanggulangan demam
tifoid meliputi pengobatan dan pencegahan. Pencegahan demam tifoid
terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan tersier. Untuk mendukung
keberhasilan penanggulangan demam tifoid diperlukan data lapangan yang
lengkap dan akurat melalui kegiatan surveilans.
Menurut keterangan dr. Arlin Algerina, SpA, dari RS
internasional Bintaro, Di Indonesia, diperkirakan antara 800 - 100.000 orang
terkena penyakit tifus atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama
muncul di musim kemarau dan konon anak perempuan lebih sering terserang,
peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia dibawah 5 tahun. Berdasarkan dari hasil-hasil
survei yang telah dilakukan peneliti sebelumnya pada suatu daerah terdapat Subjek
penelitian berjumlah 169 penderita yang terdiri dari 89 laki-laki dan 80
perempuan. Angka kejadian tertinggi terjadi pada bulan November 2009 (43,8%)
yang diikuti dengan curah hujan yang tinggi. Kecamatan dengan insiden tertinggi
terdapat pada kecamatan Semarang Barat dan kecamatan Genuk dengan 21 kasus
(12,4%). Umur penderita berkisar antara 0 sampai dengan 86 tahun dengan angka
tertinggi pada kelompok umur 0-10 tahun (43,8%). Kasus demam tifoid cenderung
tersebar secara merata terutama terdapat pada daerah dengan kepadatan penduduk
tinggi dan sekitar area tempat tinggal penderita demam tifoid. Kasus demam
tifoid lebih banyak pada saat terjadinya peningkatan curah hujan.
Demam typhoid timbul
akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang memasuki tubuh
penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah
manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam
masa penyembuhan. Pada masa
penyembuhan, penderita pada masih mengandung Salmonella spp didalam kandung
empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan
menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang
menahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan
karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk urinary type.
Kekambuhan yang ringan pada karier demam tifoid, terutama pada karier jenis intestinal, sukar diketahui karena gejala dan keluhannya
tidak jelas.
Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan pada
diri seseorangyang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu dan
masyarakat.Selain itu, pendidikan kesehatan juga merupakan suatu proses
perkembangan yang berubah secara dinamis, yang di dalamnya seseorang dapat
menerima ataumenolak informasi, sikap maupun praktek baru yang berhubungan
dengan tujuan hidup sehat.
Higiene adalah upaya kesehatan
dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya seperti mencuci
tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci
piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak
untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004).
Menurut Permenkes, makanan adalah
barang yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia, termasuk permen
karet dan sejenisnya akan tetapi bukan obat (PERMENKES, 2000).
Makanan
yaitu semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan
semua substansi-substansi yang dipergunakan untuk pengobatan (Depkes RI, 1989).
Makanan merupakan sumber utama bagi tubuh dalam mengoptimalkan kerja fisik,
namun apabila makanan sudah terkontaminasi mengakibatkan suatu penyakit. Oleh
sebab itu proses pengolahan dan penyimpanan yang benar haruslah diperhatikan.
Karena makanan bisa menjadi agen atau sumber unutk pembiakan kuman maupun
bakteri yang dapat mengakibatkan penurunan kesehatan tubuh yang sudah
mengkonsumsinya.
B.
Rumusan
Masalah
a. Khusus
Bagaimana
hubungan higiene makanan dengan demam tifoid ?
b. Umum
1) Bagaimana
gambaran hubungan higiene makanan dengan demam tifoid pada pasien anak usia 5 -
10 tahun di wilayah Rumah Sakit Ebah
Kabupaten Bandung?
2) Bagaimana
tingkat pengetahuan orang tua terhadap higiene makanan?
3) Bagaimana
proses penularan demam tifoid?
C.
Tujuan
Penelitian
a. Khusus
Ingin
mengetahui hubungan higiene makanan dengan demam tifoid.
b. Umum
1) Ingin
mengetahui gambaran hubungan higiene makanan dengan demam tifoid.
2) Ingin
mengetahui bagaimana tingkat higiene makanan pasien sebelum masuk rumah sakit.
3) Ingin
mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan orangtua terhadap higiene makanan.
4) Ingin
mengetahui faktor yang dapat menyebabkan seseorang menderita demam tifoid.
5) Ingin
mengetahui metode apakah yang bisa diterapkan dalam mengurangi tingkat
penderita demam tifoid.
D.
Manfaat
Penelitian
a. Bagi
Penelti
Mengetahui
bagaimana hubungan higiene makanan dengan demam tifoid.
b. Bagi
Peneliti Berikutnya
Menjadikan
bahan pertimbangan bagi rekan yang membacanya, serta acuan agar terjadi
perbaikan untuk masa yang akan datang.
c. Bagi
Institusi
Semoga
penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan
datang
E.
Hipotesis
Ada
hubungan antara higiene makanan dengan demam tifoid menggunakan metode survei
analitik Case-control yaitu dengan melihat
kebelakang sebelum terkena demam tifoid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan
kesehatan adalah profesi yang mendidik masyarakat tentang kesehatan. Wilayah di dalam profesi ini
meliputi kesehatan lingkungan, kesehatan fisik, kesehatan sosial, kesehatan
emosional, kesehatan intelektual, dan kesehatan rohani. Hal ini dapat
didefinisikan sebagai prinsip dengan mana individu dan kelompok orang belajar
untuk berperilaku dengan cara yang kondusif untuk promosi, pemeliharaan, atau
restorasi kesehatan.
Pendidikan Kesehatan sebagai "kombinasi dari
pengalaman belajar yang direncanakan berdasarkan teori suara yang memberikan
individu, kelompok, dan masyarakat kesempatan untuk memperoleh informasi dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk membuat keputusan kesehatan yang
berkualitas."( Komite
Bersama Pendidikan Kesehatan dan Promosi Terminologi Tahun 2001 ).
Pendidikan Kesehatan sebagai "yang terdiri dari
peluang sadar yang dibangun untuk pembelajaran yang melibatkan beberapa bentuk
komunikasi yang dirancang untuk meningkatkan melek kesehatan, termasuk
meningkatkan pengetahuan, dan mengembangkan keterampilan hidup yang kondusif
untuk kesehatan individu dan masyarakat."( WHO ).
Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan pada
diri seseorangyang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu dan
masyarakat.Selain itu, pendidikan kesehatan juga merupakan suatu proses
perkembangan yang berubah secara dinamis, yang di dalamnya seseorang dapat
menerima ataumenolak informasi, sikap maupun praktek baru yang berhubungan
dengan tujuan hidup sehat.
( Notoatmodjo,
2003) Pendidikan merupakan usaha,
pengaruh dan bantuan yang diberikan untuk seseorang agar bisa dewasa. Proses pembelajaran untuk
mengembangkan atau meningkatkan kemampuan dengan 3
hal yang
terdiri dari :
1) Aspek Kognitif : Knowledge
2) Affektif : Attitude
3)
Psikomotor : Practice Pendidikan Kesehatan memotifasi
seseorang untuk menerima informasi kesehatan dan berbuat sesuai dengan
informasi tersebut agar mereka menjadi lebih tahu dan lebih sehat(Budioro 1998).
B. Pengetahuan
1. Pengertian
pengetahuan
berarti segala sesuatu yg diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu yg
diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). (KBBI).
Pengetahuan
adalah reaksi dari manusia atas rangsangannya oleh alam sekitar melalui
persentuhan melalui objek dengan indera dan pengetahuan merupakan hasil yang
terjadi setelah orang melakukan penginderaan sebuah objek tertentu.
(Pudjawidjana 1983)
Menurut pengetahuan
adalah sebagai ingatan atas bahan-bahan yang telah dipelajari dan mungkin ini
menyangkut tentang mengikat kembali sekumpulan bahan yang luas dari hal-hal
yang terperinci oleh teori, tetapi apa yang diberikan menggunakan ingatan akan
keterangan yang sesuai. Ngatimin (1990),
Pengetahuan
adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan
terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingan. Notoatmodjo
(2007).
2. Faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Pengetahuan
Faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan
1) Faktor internal
a. Pendidikan
Pendidikan
berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain
menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan
mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan
diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Menurut
YB Mantra yang dikutip Notoadmojo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi
seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam
memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Nursalam,2003) pada
umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
b.
Pekerjaan
Menurut
Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang harus
dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.
Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan ,tetapi lebih banyak merupakan cara
mencari nafkah yang membosankan ,berulang dan banyak tantangan.
Sedangkan
bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu
akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
c. Umur
Menurut
Elisabeth BH yang dikutip Nursalam
(2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun.Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur,tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
Dari
segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang
yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan
kematangan jiwa.
2)
Faktor Eksternal
a. Faktor Lingkungan
Menurut
Ann. Mariner yang dikutip dari Nursalam (3 lingkungan) merupakan seluruh
kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
b. Sosial Budaya
Sistem
social budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam
menerima informasi
3. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan Menurut Arikunto (2006) pengetahuan
seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat
kualitatif,yaitu :
1) Baik: Hasil presentase 76%-100%
2) Cukup: Hasil presentase 56%-75%
3) Kurang: Hasil presentase > 56%
4. Peran Pengetahuan
Terhadap Perilaku
Pengetahuan
adalah sumber utama bagi seseorang dalam melakukan segala bentuk keinginan
sesuai dengan harapan, namun kurangnya pengetahuan menimbulkan suatu masalah,
baik itu penyakit maupun kecelakaan. Dengan adanya pengetahuan yang didapatkan,
seseorang bisa menambah pundi-pundi ilmunya untuk diterapkan di lingkungannya
baik keluarga, masyarakat, dan organisasi. Sehingga, akan mampu meminimalisir
suatu kecelakaan ataupun penyakit.
C. Personal Higiene
1.
Pengertian Higiene
Higiene adalah upaya kesehatan
dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya seperti mencuci
tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci
piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak
untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004).
2.
Pengertian Personal
Higiene
Dalam
kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang.
Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan.
Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di antaranya kebudayaan, sosial, keluarga,
pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan.
Personal
hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal
yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan
perorangan adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan
mereka. Kebersihan perorangan sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan
kebersihan perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu , keamanan dan
kesehatan ( Potter, 2005).
3.
Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Personal Hygiene
Menurut Depkes
(2000) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
1)
Citra tubuh ( Body
Image)
Gambaran
individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena
adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2)
Praktik Sosial
Pada
anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi
perubahan pola personal hygiene .
3) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti
sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang
untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan
personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes
mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di
sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
4. Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar yaitu sanitasi minimum
yang diperlukan untuk menyehatkan lingkungan pemukiman meliputi penyediaan air bersih,
pembuangan kotoran manusia (jamban), pembuangan air limbah dan pengelolaan
sampah.
a. Penyediaan
Air Bersih
Air
merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia sepanjang
masa. Sumber air yang banyak dipergunakan oleh masyarakat adalah berasal dari :
1)
Air permukaan , yaitu air yang mengalir di permukaan bumi
akan membentuk air permukaan . Air ini umumnya mendapat pengotoran selama pengalirannya.
2)
Air tanah, secara umum terbagi menjadi : air tanah dangkal
yaitu erjadi akibat proses penyerapan air dari permukaan tanah, sedangkan air
tanah dalam terdapat pada lapis rapat air yang pertama.
3)
Air atmosfer / meteriologi/air hujan, dalam keadaan murni
sangat bersih tetapi sering terjadi pengotoran karena industri, debu dan lain
sebagainya. (Waluyo, 2005)
Air mempunyai hubungan yang erat
dengan kesehatan. Apabila tidak diperhatikan , maka air yang dipergunakan
masyarakat dapat mengganggu kesehatan manusia. Untuk mendapatkan air yang baik,
sesuai standard tertentu , saat ini menjadi barang yang mahal karena sudah
banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik
limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-
kegiatan lainnya (Wardhana, 2004).
D. Higine Makanan
1. Pengertian
Higiene, Makanan, dan Minuman
Higiene adalah upaya kesehatan dengan
cara memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya seperti mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring
untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk
melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004).
Menurut Permenkes, makanan adalah
barang yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia, termasuk permen
karet dan sejenisnya akan tetapi bukan obat (PERMENKES, 2000).
Makanan
yaitu semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan
semua substansi-substansi yang dipergunakan untuk pengobatan (Depkes RI, 1989).
Minuman
adalah segala sesuatu yang diminum masuk
ke dalam tubuh seseorang yang juga merupakan salah satu intake makanan yang
berfungsi untuk membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberi tenaga,
mengatur semua proses di dalam tubuh (Tarwotjo, 1998).
2.
Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit
Menurut
Sihite (2000), makanan dalam hubungannya dengan penyakit, akan dapat berperan
sebagai :
1)
Agen
Makanan dapat
berperan sebagai agent penyakit, contohnya : jamur seperti Aspergillus yaitu
spesies dari genus Aspergillus diketahui terdapat dimana-mana dan hampir dapat
tumbuh pada semua substrat, fungi ini akan tumbuh pada buah busuk, sayuran,
biji-bijian, roti dan bahan pangan lainnya.
2)
Vehicle
Makanan juga
dapat sebagai pembawa (vehicle) penyebab penyakit, seperti : bahan kimia atau
parasit yang ikut termakan bersama makanan dan juga beberapa mikroorganisme
yang patogen, serta bahan radioaktif. Makanan tersebut dicemari oleh zat-zat
diatas atau zat-zat yang membahayakan kehidupan.
3)
Media
Makanan sebagai
media penyebab penyakit, misalnya kontaminasi yang jumlahnya kecil, jika
dibiarkan berada dalam makanan dengan suhu dan waktu yang cukup, maka bisa
menyebabkan wabah yang serius.
3.
Penyehatan Makanan
Makanan
merupakan suatu hal yang yang sangat penting di dalam kehidupan manusia,
makanan yang dimakan bukan saja memenuhi gizi dan mempunyai bentuk menarik,
akan tetapi harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan
kimia yang dapat menyebabkan penyakit.
Menurut
Depkes RI, (2000) Penyehatan makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor
tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan
gangguan kesehatan.
Ada
dua faktor yang menyebabkan suatu makanan menjadi berbahaya bagi manusia antara
lain (Chandra, 2006) :
1) Kontaminasi
a. Parasit,
misalnya : cacing dan amuba.
b. Golongan
mikroorganisme, misalnya : salmonela dan shigella.
c. Zat
kimia, misalnya : bahan pengawet dan pewarna.
d. Bahan-bahan
radioaktif, misalnya : kobalt dan uranium.
e. Toksin
atau racun yang dihasilkan mikroorganisme, misalnya : stafilokokus dan
clostridium botulinum.
2) Makanan
yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi
manusia karena ketidaktahuan, dapat dibagi menjadi tiga golongan :
a. Secara
alami makanan itu memang telah mengandung zat kimia beracun, misalnya singkong
yang mengandung HCN, ikan dan kerang yang mengandung unsur toksik tertentu (Hg
dan Cd) yang dapat melumpuhkan sistem saraf.
b. Makanan
dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat menghasilkan toksin
yang berbahaya bagi manusia, misalnya dalam kasus keracunan makanan akibat
bakteri.
c. Makanan
sebagai perantara. Jika suatu makanan yang terkontaminasi dikonsumsi manusia,
didalam tubuh manusia agen penyakit pada makanan itu memerlukan masa inkubasi
untuk berkembangbiak dan setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya
gejala penyakit. Misalnya penyakit
typhoid abdominalis dan disentri basiler.
4.
Prinsip penyimpanan makanan
Prinsip
penyimpanan makanan terutama ditujukan kepada :
1)
Mencegah pertumbuhan
dan perkembangan bakteri
2)
Mengawetkan makanan dan
mengurangi pembusukan
3)
Mencegah timbulnya
sarang hama
E. Demam Tifoid
1. Pengertian
Demam tifoid
merupakan penyakit infeksi akut usus halus, sinonim dari demam tipoid adalah typhoid.
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, yang merupakan
endemik di indonesia. Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemik,
dikarenakan lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan
jarang terjadi lebih dari satu kasus pada satu keluarga. Di indonesia demam
tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens tertinggi terjadi pada
daerah endemik pada anak-anak. Terdapat dua sumber penularan S. typi, yaitu
pasien dengan demam tipoid dan yang lebih sering yaitu karier. Di daerah
endemik, transmisi terjadi melalui air yang tercemar S. typhi, sedangkan
makanan yang tercemar oleh karier merupan sumber penularan tersering di daerah
non-endemik.
2.
Patogenesis
Proses patogenesis / masuknya
penyakit ini ialah dengan proses masuknya organisme S. typhi masuk dalam tubuh manusia melalui makanan dan
air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian
lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan lympoid plak peyeri di ileum
terminalis yang hypertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dan
perforasi intestinal, kuman menembus lamina propia, masuk aliran limfe mencapai
jaringan limfe mesenterial, dam masuk aliran darah melalui duktus torasikus. S.
typhi lain dapat mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S.
typhi bersarang di plak peyeri, limpa, hati, dan bagian-bagian lain sistem
retikuloendotelial. Endotoksin S. typhi berperan dalam proses inflamasi
lokal pada jaringan tempat kuman tersebut berkembangbiak. S. typhi dan
endotoksiknya merangsang sinstesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada
jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam.
3.
Gejala
Gejala-gejala yang timbul
berfariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk,
dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu badan.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi
relatif, lidah tifoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, dan tremor),
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa somnolen
sampai koma, sedangkan roseolae jarang ditemukan pada orang indonesia.
Gejala klinis demam tifoid pada
anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan penderita dewasa. Masa
inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan
tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian
menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung
3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun
pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,
penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh
beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
b. Ganguan
pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak
sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih
kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.
Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan
limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan
tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
c. Gangguan
kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun
walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi
sopor, koma atau gelisah.
4.
Distribusi dan Frekwensi
a. Orang
Demam
tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata antara
insiden pada laki-laki dan perempuan. Insiden pasien demam tifoid dengan usia
12 – 30 tahun 70 – 80 %, usia 31 – 40 tahun 10 – 20 %, usia > 40 tahun 5 –
10 %.
Menurut penelitian Simanjuntak,
C.H, dkk (1989) di Paseh, Jawa Barat terdapat 77 % penderita demam tifoid pada
umur 3 – 19 tahun dan tertinggi pada umur 10
-15 tahun dengan insiden rate 687,9 per 100.000 penduduk. Insiden rate
pada umur 0 – 3 tahun sebesar 263 per 100.000 penduduk.
b. Tempat
dan Waktu
Demam
tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate demam tifoid di
Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per 100.000
penduduk.
Di
Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada
tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada tahun
2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.
5.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi (Determinan)
a. Faktor
Host
Manusia
adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan
Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh
kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan
tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam
bakterimia kepada bayinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Heru
Laksono (2009) dengan desain case control, mengatakan bahwa kebiasaan jajan di
luar mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih
besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang
mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit
demam tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan
dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (OR=2,7).
b. Faktor
Agent
Demam
tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat
menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang
tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.
c. Faktor
Environment
Demam
tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah
tropis terutama di daerah dengan
kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang
rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah
urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri
pengolahan makanan yang masih rendah.
Berdasarkan hasil penelitian Lubis,
R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000) dengan desain case control, mengatakan bahwa
higiene perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid
20,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang
baik (OR=20,8) dan kualitas air minum
yang tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar terkena
penyakit demam tifoid dibandingkan
dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar berat coliform (OR=6,4).
6.
Sumber
Penularan (Reservoir)
Penularan penyakit demam tifoid
oleh basil Salmonella typhi ke manusia melalui makanan dan minuman yang
telah tercemar oleh feses atau urin dari penderita tifoid. Ada dua sumber
penularan Salmonella typhi, yaitu :
1) Penderita
Demam Tifoid
Yang
menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme
penyebab penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit maupun yang sedang
dalam penyembuhan. Pada masa penyembuhan penderita pada umumnya masih
mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya.
2) Karier
Demam Tifoid.
Penderita tifoid
karier adalah seseorang yang
kotorannya (feses atau urin) mengandung
Salmonella typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala
klinis. Pada penderita demam tifoid yang telah sembuh setelah 2 – 3 bulan masih
dapat ditemukan kuman Salmonella
typhi di feces atau urin. Penderita ini
disebut karier pasca penyembuhan. Pada demam tifoid sumber infeksi dari karier
kronis adalah kandung empedu dan ginjal (infeksi kronis, batu atau kelainan
anatomi). Oleh karena itu apabila terapi medika-mentosa dengan obat anti tifoid
gagal, harus dilakukan operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki
kelainan anatominya. Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis.
a. Healthy
carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah
menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi mengandung
unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti pada penyakit
poliomyelitis, hepatitis B dan meningococcus.
b. Incubatory
carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa tunas, tetapi telah
mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai sumber penularan, seperti
pada penyakit cacar air, campak dan pada virus hepatitis.
c. Convalescent
carrier (baru sembuh klinis) adalah
mereka yang baru sembuh dari penyakit menulat tertentu, tetapi masih merupakan
sumber penularan penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa penularannya
kemungkinan hanya sampai tiga bulan umpamanya kelompok salmonella, hepatitis B
dan pada dipteri.
d. Chronis
carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama seperti pada
penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B.
7.
Diagnosis
Hasil diagnosis memperlihatkan
bahwa biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif
tidak menyingkirkan demam tifoid. Biakan tinja positif menyokong diagnosis
klinis demam tifoid. Peningkatan titer uji Widal empat kali lipat selama 2-3
minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Reaksi Widal tunggal dengan titer
antibodi O® 1:320 atau titer antibodi H® 1:640 menyokong diagnosis demam tifoid
pada pasien dengan gambaran klinis yang khas. Pada beberapa pasien, uji Widal
tetap negatif pada pemeriksaan ulang, walaupun biakan darah positif.
8.
Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat
dibagi dalam dua kategori atau jenis komplikasi, yaitu; komplikasi intestinal, meliputi (perdarahan usus, perforasi usus,
dan ileus paralitik) dan komplikasi
ekstra intestinal, meliputi:
Ø Komplikasi Intestinal :
1) Perdarahan
Usus
Sekitar
25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami
syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan
sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
2) Perforasi
Usus
Terjadi
pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga
namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan
perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan
bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut.
Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan
bahkan sampai syok.
Ø Komplikasi ekstra
intestinal :
a. Komplikasi
kardiovaskular; kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis), miokarditis,
trombosis, dan tromboflebitis.
b. Komplikasi
darah; anemial hemolitik, trombositopenia, koagulasi intravaskuler diseminata,
dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi
paru; pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komlikasi
hepar dan kandung kemih; hepatitis dan kolelitiasis.
e. Komplikasi
ginjal; glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Komplikasi
tulang; osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis.
g. Komplikasi
neuropsikiatrik; delirium, meningismus, polineuritis perifer, sindrome
Guillain-Barre, psikosis, dan sindrom katatonia.
9.
Pencegahan
Demam Tifoid
Pencegahan dibagi menjadi beberapa
tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
1) Pencegahan
Primer
Pencegahan primer merupakan upaya
untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang
sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi
dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3
jenis vaksin tifoid, yaitu :
a. Vaksin
oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum
selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi
pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama
proteksi 5 tahun.
b. Vaksin
parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine
(Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved).
Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 –
5 tahun 0,1
ml yang diberikan 2
dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam,
nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi
demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
c. Vaksin
polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur
Merrieux. Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun.
Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur
2 tahun.
d. Indikasi
vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar
dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.
Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan pendidikan
kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara budaya
cuci tangan yang benar dengan memakai sabun, peningkatan higiene makanan dan
minuman berupa menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan
dan penyajian makanan, sejak awal pengolahan, pendinginan sampai penyajian
untuk dimakan, dan perbaikan sanitasi lingkungan.
2) Pencegahan
Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan
dengan cara mendiagnosa penyakit secara
dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam
tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis
penyakit demam tifoid, yaitu :
a. Diagnosis
klinik
Diagnosis klinis
penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang khas pada demam
tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit
lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada
penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis
demam tifoid.
b. Diagnosis
mikrobiologik/pembiakan kuman
Metode diagnosis mikrobiologik
adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak
diobati, kultur darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil ini menurun
drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%.
Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi
yaitu 90% positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun,
tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positip pada
minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3
bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman
Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.
c. Diagnosis
Serologik
Uji
Widal adalah suatu
reaksi aglutinasi antara
antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik
terhadap Salmonella typhi terdapat dalam
serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi
dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen yang
digunakan pada uij Widal adlah suspensi
Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan
dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
yang diduga menderita demam tifoid.
Dari ketiga aglutinin (aglutinin O,
H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin
tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai
penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat
pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari.
Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu
memastikan diagnosis demam tifoid.
10.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sampai saat ini masih
dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
1. Pemberian
antibiotik; untuk menghentikan dan memusnahkan pnyebaran kuman:
a. Kloramfenikol;
dosis hari pertama 4x250 mg, hari kedua 4x500 mg, diberikan selama demam
dilanjutkan sampai (2) dua hari bebas bebas demam, kemudian dosis diturunkan
menjadi 4x250 mg selama lima hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. di
RSUP Persahabatan), penggunaan kloramfenikol masih memperlihatkan penurunan
suhu 4 hari, sama seperti obat-obat baru dari jenis kuinolon.
b. Ampisilin/Amoksilin;
dosis 50-150 mg/kg BB, diberikan selama 2 minggu.
c. Kotrimoksazol;
2x2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol 80 mg trimetoprim,
diberikan selama 2 minggu pula.
d. Sefalosporin
generasi II dan III. Di subbagian penyakit tropik dan infeksi FKUI-RSCM,
pemberian sefalosporin berhasil mengatasi demam tifoid dengan baik. Demam pada
umumnya mengalami mereda pada hari ke -3 atau menjelang hari ke -4. Regimen
yang dipakai adalah:
o Seftriakson
4 g/hari selama 3 hari,
o Norfloksasi
2x400 mg/hari selama 14 hari,
o Siprofloksasin
2x500 mg/hari selama 6 hari,
o Ofloksasin
600 mg/hari selama 7 hari,
o Pefloksasin
400 mg/hari selama 7 hari,
o Freloksasin
400 mg/hari selama 7 hari.
2. Istirahat
dan perawatan profesional; bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga hygiene
perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakian, dan peralatan yang dipakai
pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk
mencegah dekubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu
diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urin.
3. Diet
dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif)
Pertama pasien diberi diet bubur saring,
kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun
beberapa penelitian menunjukan bahwa peberian makanan padat dini, yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayran dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup
unutk mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan
homeostatis, sistem imun akan tetap berfungsi dengan optimal.
Pada
kasus perforasi intestinal dan renjatan septik perlu dilakukan perawatan
intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi
beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan.
Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan septik. Prognosis tidak
begitu baik pada kedua keadaan di atas.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Metode Penelitian
Metode
penelitian survei analitik adalah survei atau penelitian yang mencoba menggali
bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan
analisis dinamika kolerasi antara fenomena, baik antara faktor risiko dengan
faktor efek, antar faktor risiko, maupun antar faktor efek. Yang dimaksud
faktor efek adalah suatu akibat dari adanya faktor risiko, sedangkan faktor
risiko adalah suatu fenomena yang mengakibatkan terjadinya efek (pengaruh).
Secara garis besar survey analitik ini dibedakan dalam 3 pendekatan (jenis),
yakni Survey Analitic Cross Sectional, Survey Analitic Case Control
(Retrospective), dan Survey Analitic Cohort (Prospective).
1.
Rancangan Penelitian
Jenis
penelitan yang digunakan untuk melihat hubungan antara higiene makanan dengan
demam tifoid pada anak usia 5-10 tahun wilayah rumah sakit ebah Bandung yaitu
penelitian case control.
Penelitian
Case control atau kasus kontrol adalah suatu penelitian (survei) analitik yang
menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan
retrospektif. (Notoatmodjo, 2010).
Dengan
kata lain, efek (penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi pada saat ini,
kemudian faktor resiko diidentifikasi ada atau terjadinya pada waktu yang lalu.
(Notoatmodjo, 2010).
a. Rancangan penelitian case control
Berikut ini adalah rancangan
penelitian dengan Case control
![]() |
b. Tahapan-tahapan Penelitian
Tahapan penelitan ini meliputi :
1) Identifikasi variabel-variabel
penelitian (faktor resiko dan faktor efek).
2) Menetapkan subjek penlitian
(populasi dan sampel).
3) Identifikasi kasus.
4) Pemilihan subjek sebagai control.
5) Melakukan pengukuran retrospektif
(melihat ke belakang) untuk melihat faktor resiko.
6) Melakukan analisis dengan
membandingkan proporsi antara variabel-variabel objek penelitian dengan
variabel-variabel kontrol.
c.
Tahap-tahap Penelitian
1. Identifikasi variabel dependen
(efek) dan variabel independen (resiko)
1) Variabel dependen : Anak usia 5-10
tahun yang terkena demam tifoid.
2) Variabel independen : higene
makanan.
3) Variabel independen lainnya :
pendidikan, perilaku, pencemaran air, pendapatan keluarga, status ekonomi,
status sosial.
2. Menetapkan subjek penelitian
Yang menjadi subjek penelitian yaitu
pasangan Ibu dan anak ruang I dan II ruangan Cempaka yang terkena penyakit
Demam Tifoid RS Bandung.
3. Identifikasi kasus
Pada
tahapan ini identifikasi ditujukan pada anak usia 5-10 tahun yang menderita
demam tifoid ruang I dan II ruangan cempaka.
4. Pemilihan subjek yang akan menjadi
kelompok kontrol
Yang
menjadi kelompok kontrol yaitu pasangan ibu dan anak usia 5-10 tahun ruang III
ruangan cempaka yang tidak mengalami demam tifoid.
5. Melakukan pengukuran retrospektif
untuk melihat faktor resiko
Metode
yang dipakai dalam melakukan pengukuran ini yaitu dengan menggunakan metode recall
mengenai perilaku atau kebiasaan memberikan makanan kepada anaknya untuk
menanyakan kepada ibu anak usia 5-10 tahun tersebut tentang jenis-jenis makanan
dan bagaimana tingkat ke higienisan beserta jumlahnya sebelum terkena demam
tifoid dengan menggunakan metode 24 jam (24 hours recall).
6. Pengolahan dan analisis data
2. Paradigma Penelitian
Manusia adalah satu-satunya penjamu yang alamiah dan merupakan
reservoir untuk Salmonella typhi. Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella enterica serovar typhi (S. typhi). Insidens penyakit
ini dapat ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses
yang mengandung S-typhi. Pada permulaan penyakit, biasanya tidak tampak gejala
atau keluhan dan kemudian timbul gejala atau keluhan seperti demam sore hari
dan serangkaian gejala infeksi umum dan pada saluran cerna.
Kerangka
Konsep Penelitian
![]() |
Keterangan
:


3. Variabel Penelitian
variabel
merupakan ciri atau ukuran yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok
yang berbeda dengan kelompok lain. Berikut ini adalah jenis variabel-variabel
yang akan diteliti:
variabel
dependen : anak usia 5-10 tahun yang terkena demam tifoid wilayah rumah sakit
ebah majalaya kabupaten bandung.
Variabel independen : higiene makanan
Variabel
independen lainnya : status sosial, status ekonomi, pendidikan, perilaku,
pencemaran air, dan pengetahuan.
4. Definisi Operasional
No
|
Variabel
|
Definisi
Operasional
|
Alat
Ukur
|
Cara
Ukur
|
Hasil
Ukur
|
Skala
|
1
|
Tingkat
pengetahuan ibu tentang higiene makanan
|
Pemahaman
tentang higiene makanan (Prasetyono, 2009)
|
Kuesioner
|
Wawancara
dan observasi
|
1. Baik (jawaban benar > 75
%)
2. Kurang Baik (jawaban benar
< 75 %) (Sugiono, 2005: 38)
|
Ordinal
|
2
|
Demam Tifoid
|
Keadaan umum
yang dapat dilihat dari dampak makanan yang terkontaminasi yang sudah dimakan
pasien (….)
|
observasi
|
observasi
|
1. Sudah memakan
makanan terkontaminasi
2.Belum memakan
makanan yang terkontaminasi
|
Nominal
|
B.
Lokasi Penelitian
Wilayah rumah sakit Umum daerah
Majalaya Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung.
C.
Populasi dan sampel
Populasi
dan sampel yang telah diambil oleh peneliti dengan tehnik random sampling
(pengmbilan secara acak sederhana atau simple random sampling) didapatkan hasil
berikut ini.
1) Populasi : pasangan ibu dan Anak
usia 5-10 tahun wilayah Rumah Sakit Ebah Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung
yang berjumlah 60 orang.
2) Sampel : pasangan ibu dan anak usia
5-10 tahun wilayah Rumah Sakit Ebah Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung yang
berjumlah 30 orang.
D.
Cara Pengumpulan Data
Pada
tahapan pelaksanaan dalam pengumpulan data menggunakan metode interview,
wawancara, dan observasi.
1) Wawancara
Wawancara atau interview adalah
suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti
mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari responden atau bertatap
muka (face to face). (Notoatmodjo, 2010)
2) Observasi
Observasi atau pengamatan adalah
suatu prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat, mendengar,
dan mencatat sejumlah data dan taraf aktifitas tertentu atau situasi tertentu
yang ada hubungannya dengan kasus demam tifoid pada anak usia 5-10 tahun.
E.
Instrumen Penelitian
Instrumen
penelitan adalah alat-alat yang akan
digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen yang digunakan yaitu berupa
kuesioner (daftar pertanyaan) dan formulir observasi. (Notoatmodjo, 2010)
Agar
instrumen valid dan reliabel, sebelum digunakan maka di uji coba (pretest)
terlebih dahulu. Yang dimaksud valid adalah instrumen sebagai alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang di ukur. Sedangkan reliabel adalah instrumen
sebagai alat ukur dapat memperoleh hasil ukur yang ajeg (konsisten).
(Notoatmodjo, 2010)
1) Validitas
Agar alat ukur benar-benar mengukur
apa yang di ukur, maka untuk mengetahui apakah kuesioner yang disusun mampu
mengukur apa yang hendak diukur, maka perlu di uji dengan korelasi antar skors
(nilai) tiap item (pertanyaan) dengan skors total kuesioner tersebut. Bila
semua pertanyaan itu mempunyai korelasi yang bermakna (construct validity)
berarti semua item (pertanyaan) yang ada di dalam kuesioner itu mengukur konsep
yang di ukur. Yang akan di ukur yaitu mengukur pengetahuan higiene makanan
dengan kasus demam tifoid pada orang tua anak. Maka disusun pertanyaan berikut
ini, diantaranya:
a. Apakah ibu/bapak pernah mendengar
apa itu demam tifoid atau tifus?
b. Bila pernah, kenapa penyakit
tersebut bisa menyerang manusia?
c. Apakah ibu/bapak tau penyebab demam
tifoid atau tifus?
d. Apakah ibu/bapak tau mengenai
pentingnya higiene makanan/ makanan sehat?
e. Bagaimana pendapat bapa/ibu mengenai
makanan sehat?
f. Hal-hal apa saja yang perlu
diperhatikan saat kita mau mengkonsumsi makanan?
g. Apakah ibu/bapak pernah dengar
kontaminasi?
h. Apakah yang dimaksud dengan
kontaminasi?
i.
Hal apakah yang perlu diketahui saat mau menyimpan makanan
agar tidak terkontaminasi?
j.
Kenapa begitu pentingnya makanan sehat bagi kita?
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut akan diberikan kepada sekelompok responden sebagai sasaran uji coba.
Kemudian pertanyaan-pertanyaan kuesioner tersebut diberi skors atau nilai
jawaban masing-masing sesuai penilaian yang telah ditetapkan.
Nilai
0 : untuk jawaban salah
Nilai
1 : untuk jawaban mendekati benar
Nilai
2 : unutk jawaban benar
Selanjutnya
untuk menghitung korelasi antara skors masing-masing pertanyaan dengan skors
total, yaitu dengan 10 pertanyaan kuesioner tersebut dengan demikian, maka akan
ada 10 uji korelasi, yaitu Pertanyaan nomor 1 dengan total.....skors Pertanyaan
nomor 2 dengan total.....skors dan seterusnya.
Berikut
ini adalah rumus yang dipakai untuk menghitung antara korelasi antara kuesioner
tersebut.
Rums tehnik korelasi “product moment”
R
= 

2) Relibilitas
Reliabilitas adala indeks yang menunjukan
sejauh mana suatu pengukur dapat dipercaya atau diandalkan dan perhitungan ini
bisa dilakukan sesudah diketahui nilai validitasnya atau valid. Demikian juga
kuesioner sebagai alat ukur untuk itu perlu dilakukan uji coba
sekurang-kurangnya dua kali yang di uji menggunakan “product moment”dengan tehnik pararel yaitu dengan membuat dua alat
pengukur(kuesioner) unutk mengukur aspek yang sama. Kedua kuesioner tersebut
diteskan (dicobakan) terhadap sekelompok responden yang sama. Kemudian
masing-masing pertanyaan pada kedua kuesioner tersebut dicari (dihitung)
validitasnya. Pertanyaan-pertanyaan dari kedua alat ukur tersebut, yang tidak
valid dibuang dan yang valid dihitung total skorsnya, lalu skors total dari
masing-masing responden dari kedua kuesioner tersebut dihitung korelasinya.
F.
Rencana Pengolahan Dan Analisis Data
1) Pengolahan Data
Pengolahan
data merupakan suatu langkah yang penting agar diperoleh penyajian data sebagai
hasil yang berarti dan kesimpulan yang baik. pengolahan data yang digunakan
yaitu dengan pengolahan data jenis kuantitatif, yakni data yang diperoleh dari
hasil pengukuran, dengan jalan mengubah data kualitatif ke dalam kuantitatif
untuk mengukur berapa skors dari hasil tes dan hasil dari penghitungan terhadap
pengetahuan orangtua terhadap hubungan higiene makanan dengan demam tifoid.
Tehnik
pengolahan data yang digunakan yaitu tehnik statistik, yakni pengolahan data
dengan menggunakan analisis statistik yang bisa dilakukan dengan tangan
(manual) ataupun dengan bantuan komputer.
2) Analisis Data
Pada
tahap ini data di olah dan di analisis
dengan tehnik tabulasi data dan perhitungan-perhitungan statistik dapat
dilakukan manual maupun dengan bantuan komputer. Agar data yang dihasilkan
sesuai harapan maka dilakukan pengolahan data dengan editing, coding, processing,
dan cleaning.
a) Editing
Hasil wawancara dan observasi
(pengamatan) dilakukan penyuntingan terlebih dahulu meliputi pengecekan dan
perbaikan kuesioner.
b) Coding
Setelah semua kuesioner di edit atau
disunting dilakukan peng”kodean" atau coding, yakni mengubah data
berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
c) Processing (memasukan data)
Data, dari jawaban-jawaban dari
masing-masing responden yang dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukan ke
dalam program SPSS.
d) Cleaning (pembersihan data)
Apabila semua data dari setiap
sumber data atau responden selesai dimasukan, dilakukan pengecekan kembali
unutk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan,
data, kemudian dilakukan pembetulan atau korelasi.
G.
Jadwal Kegiatan
Berikut ini adalah uraian
langkah-langkah kegiatan dari mulai menyusun proposal penelitian, penulisan
laporan penelitian, serta waktu berlangsungnya tiap kegiatan tersebut.
Berikut ini adalah jadwal kegiatan
yang akan dilakukan:
Pelaksanaan kegiatan
|
Bulan ke
|
|||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
|
1. Penyusunan Proposal
2. Penyusunan Instrumen
3. Persiapan Lapangan
4. Uji Coba Instrumen
5. Pengumpulan Data
6. Pengolahan Data
7. Analisis Data
8. Penyusunan Laporan
|
X
|
X
XX
|
XX
|
XX
|
XX
|
XX
X
|
Daftar Pustaka
Arikunto,
Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta:
Rineka Cipta.
Arikunto,
suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo,
Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Edisi Revisi Cetakan Pertama. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo,
Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Rineka Cipta.
Priwanto,
Bambang. (2010). Prosedur Penulisan Proposal.
[online]. Tersedia: http://www.blogger.com/pdf.htm. [11 mei 2009]
WHO.
(2003). Background document: The
diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. Switzerland: WHO
Publication;2003.
Suparyanto,
dr. 2010. Konsep Makanan Sehat. [online].
Tersedia: http://www.blogger.com/profile/07860846197913074475.htm. [06 juli
2010]
Giffari,
al. 2010. Demam Tifoid. [online].
Tersedia: http://anugrahgiffariscence.blogspot.com. [27 Desember 2010]
Wulandari,
Friska., and Yayan Akhyan Iksar. 2010. Demam
Tifoid (tifoid fever). [online]. Tersedia:
http://www.Belibis17.blogspot.com. [24 Desember 2011]
Supriyono,
MKes. 2010. Demam Tifoid. [online].
Tersedia: http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tifoid-typhoid-fever. [10 Mei
2008]
Idna.
2011. Definisi Demam Tifoid. [online].
Tersedia: http://idnavava.blogspot.com/profile/12260406879964551126.htm [29
November 2011
Medlinux.
2011. Tata Laksana Demam Tifoid. [online].
Tersedia: http://medlinux.blogspot.com/2012/05/tata-laksana-terkini-demam-tifoid.html
[27 April 2011]
Depkes RI. (2010). Pedoman
Teknis Pengendalian Lalat. [online]. Tersedia: Available from: www.depkes.go.id. [29 juli
2010]
WHO. (2009). Drug resistant
salmonella. [online]. Tersedia: Available from: http://www.who.int/mediacenter/factsheets/fs139/html. [13 oktober 2009]
Soegijanto
S. (2002). Demam tifoid, ilmu
penyakit anak diagnosa dan edisi penatalaksanaannya. Edisi Pertama. Jakarta:
Salemba Medika.
kenapa tidak ada kerangka teori?
BalasHapuskenapa gambarnya pada g ada
BalasHapus